Kecenderungan
aktualisasi
Aktualisasi
adalah proses menjadi diri sendiri dengan mengembangkan seluruh sifat-sifat dan
potensi-potensi yang dimiliki individu dengan melakukan yang terbaik dari yang
individu bisa sehingga menjadi berguna untuk banyak orang. Dalam mencapai
aktualisasi diri, seseorang perlu memiliki kesadaran untuk mengenali dirinya
sendiri, menggali potensi yang dimiliki, memperbaiki diri jika dirasa apa yang
dilakukan selama ini memiliki sesuatu hal yang kurang mendukung untuk mencapai
apa yang dicita-citakannya, adanya keinginan untuk mengubah kondisi kehidupan
menjadi lebih baik. Oleh karena itu dengan aktualisasi diri seseorang mampu
mencapai puncak kesuksesan sesuai yang dia harapkan.
Seiring berjalannya perkembangan hidup seseorang,
aktualisasi diri akan berubah ketika mencapai usia tertentu (adolensi) dari
fisiologis ke psikologis. Tokoh-tokoh dari aktualisasi diri yakni Abraham
Maslow dan Carl Roger. Maslow yang dikenal sebagai pelopor aliran humanistic
yang percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa
mungkin. Menurut konsep Hirarki Kebutuhan
Individu Abraham Maslow (dalam Schultz, 1991), manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir. Dalam hirarki kebutuhan individu Abraham Maslow,
kebutuhan paling tinggi adalah aktualisasi diri dimana kebutuhan-kebutuhan
paling rendah hingga paling kuat dipuaskan terlebih dahulu sebelum akhirnya
mencapai aktualisasi diri pada tingkatan yang paling tinggi. Kebutuhan pada tingkat
pertama yakni fisiologis seperti makan, minum, dan hubungan seksual. Pada
tingkat kedua berupa kebutuhan akan rasa aman. Di tingkat ketiga yaitu
kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta. Dan pada tingkat keempat yaiu kebutuhan
akan penghargaan. Dalam pandangannya, manusia yang
mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman
dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya. Menurut Maslow juga, manusia akan benar-benar
mengkaktualisasikan dirinya ketika berada di lingkungan yang mereka anggap
nyaman.
Namun
berbeda dengan Carl Roger, menurutnya organisme memiliki satu kekuatan
pendorong tunggal – mendorong aktualisasi diri – dan satu golongan tunggal dalam hidup – untuk menjadi diri yang
teraktualisasikan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju . Jadi, makhluk hidup
bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang
terbaik bagi keberadaannya. Rogers mengembangkan model terapi Client
centered yaitu terapi yang berpusat pada kliennya
Dalam
kasus kehidupan organisme, dia berpikir bahwa bentuk dan telos (ketuhanan)
dilekatkan dalam diri organisme tersebut sebagai bagian dari kealamiahan.
Akhirnya, kecerdasan di duga menjadi tanggungjawab untuk kedudukan secara adil
sebaik mungkin secara alami mengenai ide atau perubahan substansi yang mati.
Ide
tersebut dikenalkan kembali oleh pemikiran barat pada abad pertengahan melalui
sumber islami dan menjadi bagian tradisi skolastik yang mana masih abadi. Ide
mengenai ketuhanan secara intrinsik mengenai substansi fisika dan kimia yang
secara luas ditinggalkan setelah masa Reneisance tetapi menjadi bagian
pemahaman biologi kita. Perdebatan di sini mengenai kebutuhan dalam membahas
kecerdasan tertinggi seperti seleksi alam pada evolusi. Perdebatan yang terus –
menerus tidak memusatkan di sini, akan tetapi seyogyanya menjadi implikasi yang
penting untuk displin seperti teologi dan filosofi. Adapun dua rencana yang berasal dari warisan
Aristotelian adalah sebagai berikut :
a.
Kehidupan organisme muncul untuk mengikuti ketuhanan
secara intrinsik atau kepercayaan secara langsung.
b.
Kegiatan kecerdasan (sadar) yang sering lebih penting
di sini dan sekarang melalui pencapaian tujuan dalam masa kedepannya dan tiap
tujuan mempengaruhi perilaku di waktu sekarang sebagai penyebab akhir dalam
Aristotelian.
Aktor humanistik berusaha
mendamaikan kedua rencana tersebut. Pada poin kedua tidak begitu mencerminkan
pada teori humanistik yang telah di baca oleh pengikut Aristotel atau
skolastiknya atau neo – skolastik.
Tradisi cukup menembus pada latar belakang pemikiran barat, tetapi
leluhur yang memikirkan humanistik lebih segera atau lebih dahulu. Mereka
termasuk dalam pemikir yang bermacam – macam seperti Joseph Rychlak (1968)
dimana termasuk dalam teori tradisi kepribadian dialektikal (vs demonstrasi) .
Kecenderungan
Aktualisasi Carl Roger
Lebih dari 30 tahun yang lalu,
Carl Roger (1951) membentuk proposi dan memberikan pusat dalam teori
kepribadiannya:
“Organisme memiliki satu dasar kecenderungan
dan bekerja keras untuk beraktualisasi, merawat, dan meningkatkan pengalaman
organisme. Banyak kebutuhan dan motivasi, hal itu terlihat dalam semua
kebutuhan organik dan psikologis yang dideskripsikan dalam kebutuhan pokok.
(Rogers, 1951, p. 487) “
Kemudian ”kecenderungan aktualisasi”
Roger dapat digunakan dalam psikoterpi. Terapis menjadi sadar akan
kecenderungan perpindahan organisme manusia yang merupakan dasar diamana ia
sangat mempercayainya. (Rogers, 1951, p. 489)
Roger tidak pernah bingung mengenai
teori dan praktis kecenderungan beraktualisasi. Dia menggunakan pendekatan
“person – centered ” sebagai peran konsultan dalam mengembangkan hubungan yang
akan memfasilitasi kliennya. Dia menuntut bahwa organisme pada dasarnya dapat
di percaya, berkembang, dan dia menambahkan hubungan 2 proporsi sebelumnya dari
warisan Aristotelian. Data mengenai pengalaman mengikuti kesadaran dan menjadi
simbol yang akurat. “ ketika semua elemen secara jelas di terima, keseimbangan
terlihat ada pada kesakitan tetapi akhirnya menjadi hadiah dalam pertumbuhan
aktualisasi diri”
Kesulitan dalam aktualisasi diri
adalah kondisi dimana harus dikembangkan dalam mencapainya. Dalam hal ini,
adanya eksplorasi hubungan kesadaran dan biologis, dan kecenderungan organisme.
Hal tersebut menjadi meluas dimana mencakup dunia nonbiologis. Setelah melihat
teori fisika, kimia, dan filosofi ilmiah, maka kedudukan Rogers yaitu :
“Ada
kecenderungan formative secara umum dimana dapat di usut dan di amati sebagai
bintang, kristal, mikroorganisme, dan organis hidup yang lebih kompleks,dan
manusia. Ini merupakan kecenderungan evolusi yang lebih baik, lebih kompleks,
lebih berhubungan satu sama lain. Dalam manusia, kecenderungan menunjukkan
dirinya sebagai individu yang berpindah dari sel tunggal hingga organik komplek
yang berfungsi untuk mengetahui dan merasakan level bawah kesadaran, agar
organisme sadar akan dunia eksternal, untuk melebihi kesadaran harmoni dan
kesatuan sistem kosmis termasuk manusia. Hal ini bisa membangun teori psikologi
humanistik dengan menggunakan pendekatan person-centered”
Dorongan Aktualisasi
Diri Maslow
Ia adalah penemu lain dari psikologi
humanistik yang merupakan sahabat Roger di institute California. Pada periode
awal, dia menghormati Kurt Goldstein sebagai penemu mengenai “self realization”
.ia tak yakin dengan self realization tersebut karena rasa instingtif didesak
karena analogi biologi. Sehingga membuat Maslow berpikir untuk mengembangkan
pikiran kearah dorongan menuju aktualisasi diri yang tergambar oleh
kecenderungan manusia. Hal tersebut ditempatkan pada puncak piramida hierarki
kebutuhan dan dorongan manusia sebagai berikut :
Kritik untuk teori Maslow ini yaitu
masih mengikuti model tradisional dan merujuk pada dorongan untuk aktualisasi
diri sebagai anti homeostatic yang mencakup kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan
untuk memenuhi dan lain – lain. Selain itu, Maslow juga menunjukkan inner
nature sebagai inti kepribadian yang memiliki esensi sebagai dasar biologis.
Maslow menjelaskan
pencapaiannya mengenai fakta bahwa manusia tidak didorong hanya oleh naluri sebagai organisme
paling rendah. Manusia lebih bergantung pada kapasitas kognitif, lebih
fleksibel, lebih bebas dalam mengembangkan pilihan diri sendiri, dan lebih
mudah terpengaruh oleh kultur sosial dan tekanan. “pertumbuhan kepribadian,
meningkatkan kebijaksanaan, aktualisasi
diri, penguatan karakter, dan perencanaan hidup seseorang .. beberapa vektor lama atau kecenderungan arah, harus
dipanggil untuk membuat rasa melalui pengembangan seumur hidup” (1986,p.30)
Dalam mengembangkan teorinya ini, Maslow memberikan
kesimpulan bahwa manusia akan terdorong untuk menuju ke self-actualization,
yaitu kearah dimana banyak orang menganggap sebagai nilai yang baik seperti
menuju ketenangan, kebaikan, cinta, kejujuran, ketidakegoisan dan kejujuran.
Psikolog
humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk
merealisasikan potensi – potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan
aktualisasi diri. manusia baru dapat mengalami “puncak pengalamannya” saat
manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan
Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak
dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya. Menurut
konsep Hirarki Kebutuhan Individu Abraham Maslow (dalam Schultz, 1991), manusia
didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir. Keempat syarat
untuk mencapai aktualisasi diri adalah memuaskan empat kebutuhan yang berada
dalam tingkat yang lebih rendah, yakni kebutuhan-kebutuhan fisiologis, lalu
yang kedua kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan yang ketiga adalah
kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, baru menuju puncak yaitu
kebutuhan-kebutuhan penghargaan.
Gerakan
self-Realization Nuttin
Joseph
Nuttin nampaknya terpengaruh oleh teologi dari Aristoteles yang fokus dengan
sifat biological dan kognitif manusia.
1.
Organisme dari manusia dibedakan dengan organisme yang
lebih rendah adalah kapasitas dari kesadaran reflektif
2.
Analisis deskriptif dari kesadaran reflektif mencakup
setidaknya tiga pengalaman kesadaran, yaitu psikofisiologis, psikososial, dan
spiritual
3.
Semua organisme yang hidup adalah sistem terbuka yang
tetap memerlukan hubungan dan timbal balik dengan lingkungan
4.
Ketika organisme yang lebih rendah sedang sibuk,
mekanisme biologis dari homoestatis adalah sangat penting.
5.
Kesadaran diri menjadi faktor penting dalam menentukan kebutuhan kita dan
mengkorespondensikan gerakan dari psikososial dan level transpersonal dalam
pengalaman.
6.
Keseluruhan perilaku kita dimotivasi oleh usaha untuk
menunjukkan diri.
7.
Konflik adalah hal yang pasti akan terjadi, memberikan
manusia kekayaan kompleksifitas untuk manusia. Konflik menghasilkan ketegangan.
8.
Kita tidak diarahkan oleh insting, seperti makhluk yang
lebih rendah.
9.
Sebagai proses pengembangan hidup dan self-awareness ,
untuk individu yang mengembangkan kepribadian yang ideal, mengambil data dari
pengalaman dan memilih kebutuhan yang perlu diaktualisasikan mana yang tidak.
Contohnya
seorang siswa kedokteran mungkin harus menolak gratifikasi dalam kebutuhan
sosial tertentu,dan mungkin lebih tidak menekan fisiologisnya, dalam hal
mengejar kesuksesan. Kebutuhan ini tidak dirusak oleh perkembangan kepribadian
selama pengejaran tujuan secara pribadi memuaskan dan bergantung pada kapasaitas
dan ketertarikan personal.
Ketika
tendensi aktialisasi berakar pada biologis organisme, hal ini memperngaruhi
kapasitas manusia dalam kesadaran reflektif. Kesadaran dalam general telah
dibentuk oleh tujuan kultural, ide dan nilai yang telah menjadi suatu norma di
kehidupan. Kesadaran dirii memberikan
potensi dalam personalisasi, membentuk kecocokan individu sesuai dengan
kemapuan dan kapasitas diri.
I.
Kecenderungan diri untuk berkembang
Menurut Rogers, semua mahluk hidup
memiliki kecenderungan untuk berkembang sepenuhnya dan menjadi lebih matang.
Pada konteks manusia, kecenderungan untuk berkembang ini tidak hanya sebatas
pertumbuhan fisik namun juga termasuk perkembangan psikologis (Schneider,dkk).
Rogers menyebut dorongan menuju aktualisasi diri tersebut sebagai kecenderungan
aktualisasi (Schultz, 2009).
Kecenderungan
beraktualisasi pada manusia bahkan telah dimulai semenjak masih dalam kandungan
dan kemudian terus berkembang selanjutnya. Perkembangan tersebut tidaklah
sepenuhnya otomatis namun juga membutuhkan usaha yang keras dan dapat
melibatkan rasa sakit. Melalui organismic
valuing process, individu mengevaluasi seluruh pengalaman dalam hidupnya
tersebut kemudian menilainya sebagai nilai positif atau nilai negatif. Persepsi
tersebut dapat mempengaruhi perilaku karena individu cenderung menghindari
pengalaman yang tidak diinginkan dan mengulang pengalaman yang diinginkan
(Schultz, 2009).
II.
Perkembangan diri (the
self)
Diri, secara ideal, merupakan pola yang
konsisten sebagai suatu keseluruhan yang terorganisir. Berikut adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi diri yang telah dikemukakan oleh Rogers
(Schultz, 2009):
a.
Postive Regard
Aspek
ini berarti penerimaan, cinta, dan persetujuan dari orang lain, terutama oleh
ibu ketika bayi. Kebutuhan positive regard
yang tidak terpenuhi dapat menghambat perkembangan konsep diri dan
kecenderungan aktualisasi. Hal ini dikarenakan bayi melihat penolakan orangtua
sebagai penolakan terhadap perkembangan diri mereka. Rogers juga menjelaskan
bahwa kondisi dimana positive regard
tetap diberikan tanpa memandang perilaku yang tidak diinginkan dari anak
disebut sebagai unconditional positive
regard. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, positive regard pun akan muncul dalam diri individu yang disebut positive self-regard.
b.
Conditions of
Worth
Aspek
ini muncul bersamaan perkembangan positive
regard menuju positive self-regard.
Conditional positive regard adalah
penerimaan, cinta, atau persetujuan yang diberikan hanya ketika seseorang
menunjukkan perilaku dan sikap yang diinginkan. Hal ini mempengaruhi conditions of worth. Anak berpikir bahwa
mereka berarti hanya dalam keadaan tertentu saja dan dapat mengakibatkan anak
untuk tidak berfungsi secara bebas. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa
harus mengevaluasi perilaku dan sikap mereka dengan hati-hati yang berarti
mencegah terjadinya aktualisasi diri.
c.
Incongruence
Aspek
ini berarti gap atau diskrepansi
antara konsep diri dan dunia pengalamannya. Pengalaman yang tidak sesuai dengan
konsep diri seseorang akan menjadi suatu ancaman dan termanisfestasi sebagai
kecemasan. Apabila hal ini terjadi, individu mungkin akan menyangkal atau
memutarbalikan pengalaman yang tidak dapat mereka terima.
III.
Fully functioning persons
Konsep Rogers
yang terkenal adalah mengenai fully
functioning persons atau yang biasa disebut sebagai aktualisasi diri dalam
aliran ini. Fully functioning person adalah
hasil dari perkembangan psikologis dan evolusi sosial (Rogers, 1961; dalam
Schultz, 2009). Berikut adalah karakteristik fully functioning persons:
a.
Sadar akan seluruh pengalaman
Individu yang fully
functioning terbuka dengan perasaan positif seperti keberanian dan
kelembutan, begitu juga terhadap perasaan negatif seperti ketakutan dan sakit.
Mereka lebih emosional dalam artian bahwa mereka lebih menerima emosi positif
dan negatif yang lebih luas dan merasakannya lebih intens (Schultz, 2009). Hal
ini berbeda dengan orang lain yang mungkin akan menyensor pengalaman tertentu
dengan pertahan diri (Cloninger, 2004).
b.
Hidup secara penuh dan kaya dalam setiap kesempatan
Semua pengalaman berpotensi baru dan segar. Individu tidak
hanya sekedar menjadi pengamat namun menjadi partisipan dari pengalaman yang
tidak dapat diprediksi atau diantisipasi (Schultz, 2009).
c.
Percaya terhadap organisme dirinya sendiri
Individu yang fully
functioning yakin terhadap reaksi dirinya sendiri dari pada diarahkan oleh
pendapat orang lain (Schultz, 2009). Mereka mengandalkan pengalaman internal
setiap kesempatan dalam membimbing perilakunya. Disebutkan bahwa disfungsi
terjadi ketika seseorang hilang kontak dengan perasaan dan nilai internalnya
(J. B. Watson & Greenberg, 1998; dalam Cloninger, 2004)
d.
Merasa bebas untuk membuat keputusan tanpa ada yang
menghalang
Individu yang fully
functioning mengalami kebebasan untuk memilih dalam setiap kesempatannya
(Cloninger, 2004). Mereka memiliki keyakinan bahwa masa depan bergantung pada
aksi mereka sendiri, bukan oleh keadaan saat ini, kejadian masa lalu, atau
orang lain (Schultz, 2009).
e.
Kreatif dan hidup secara konstruktif dan adaptif
sebagaimana kondisi lingkungan berubah
Hidup secara kreatif berarti mencari cara baru dalam hidup
pada setiap kesempatan (Cloninger, 2004). Selain kreatif mereka juga spontan.
Para individu ini bersikap fleksibel dan mencari pengalaman baru dan tantangan.
Mereka tidak membutuhkan sesuatu yang dapat diprediksi, keamanan, atau
kebebasan dari tekanan (Schultz, 2009).
f.
Dapat menghadapi kesulitan
Karakteristik ini merujuk pada “kondisi yang melibatkan usaha
terus menerus terhadap percobaan, pertumbuhan, perjuangan, dan dengan
menggunakan seluruh potensial yang dimiliki, suatu cara hidup yang membawa
kompleksitas dan tantangan” (Schultz, 2009:334). Fully functioning persons tidak diartikan Rogers sebagai orang yang
senang, penuh kebahagiaan, memuaskan, dsb., namun kepribadian mereka lebih
tepat dikatakan sebagai kaya, bersemangat, dan bermakna. “Rogers menggunkan
kata actualizing bukan actualized dalam mencirikan fully functioning persons” (Schultz,
2009:334). Actualizing, menurut
Rogers, menggambarkan perkembangan diri yang selalu menunjukkan kemajuan
sebagaimana dirinya pernah menulis bahwa fully
functioning adalah “tentang arah, bukan tempat tujuan” (Rogers, 1961:186;
dalam Schultz, 2009:334). Orang yang berhenti berjuang dan tumbuh akan
kehilangan spontanitas, fleksibilitas, dan keterbukaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Cloninger,
Susan C. (2004). Theories of Personality:
Understanding Persons (4th edition). New Jersey: Pearson
Prentice Hall.
Schneider,
K.J, dkk. (2001). The Handbook Humanistic
Psychology: Leading Edges in Theory, Research, and Practice, USA: Sage
Publication.
Schultz,
Duane P., & Schultz, Sydney E. (2009). Theories
of Personality (9th edition). USA: Wadsworth, Cengage Learning.
TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI HUMANISTIKPSI
Kelas B
Anggota
Riskyana Wulandari 111011036
Febri Dwi Cahyani 111011163
Titin Ayunda 111011098
Lissa Putri Saraswati 111011230
Hestiana Azalia 111011247
PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA